Thursday, January 15, 2015

Alergi, jangan biarkan Anda hidup dengan obat!!

Sejak kecil memang kulit saya sangat rewel. Sakit kulit sudah sering saya alami sejak kecil tetapi menjelang usia remaja, sakit kulit sudah tidak kambuh lagi. (Mungkin udah mulai bersihan orangnya... hehe)
Suatu ketika hingga menjelang kelulusan kuliah, kulit saya mulai rewel. Saking rewelnya sudah berkali-kali ke dokter kulit. Hingga suatu hari, saya pindah kekosan baru dengan sirkulai udara yang cukup bagus, jendela langsung berhubungan dengan lingkungan luar tanpa ada rumah sebagai penghalang dengan harapan tidak sakit kulit lagi. Sebelumnya saya hidup di kosan yang sirkulasi udaranya kurang bagus. Maklum daerah jakarta, jadi rumah pun empet-empetan. 
Di kosan baru ceritanya masih dalam pembangunan, jadi masih ada tukang bangunan yang sering sliweran. Dan di kosan baru pun gatel saya kambuh lagi, kulit saya memerah. Kemudian saya berobat ke dokter umum sekitar situ. Namun mungkin karena obat tidak cocok dibadan maka badan saya malah sakit-sakit, pegal dan linu sampai pegang handpone saja tak kuasa. Akhirnya seminggu mengkonsumsi obat, saya balik lagi ke dokter itu pagi-pagi. Namun al-hasil, dokter tersebut tutup karena hari itu hari minggu. Namun karena saya sudah tidak tahan lagi dengan pegal-pegal dibadan maka saya pun memutuskan untuk ke dokter yang lain. Singkat cerita saya diantar ke dokter lain oleh bajaj yang saya tumpangi.Dari sini lah, masalah semakin ruwet. Dokter mendiagnosa tekanan darah tinggi, asam urat, dan kolesterol saya tinggi. Dan saya tidak boleh makan-makanan sayur hijau, kacang-kacangan, dll. Padahal dokter sebelumnya melarang saya makan ikan. Dan setelah diakumulasi larangan-larangan itu, bisa disimpulkan bahwa saya hanya boleh makan nasi dan ayam. Ya itu makan yang setidaknya akan saya makan hingga tua nanti. (Itu dalam pikiran saya.... hiks hiks hiks..). Sedih sekali rasanya, diusia masih muda belua (ckcck) pantangan makanannya banyak sekali, serasa ajal hampir dekat. huuuaaaaah....

Setelah pulang berobat, saya minum obat dari dokter tersebut. Namun oh namaun, pegal hilang bentol bentol merah pun datang saat siang hari setelah minum obat. Dan ini bukan bentol biasa, saat dipegang terasa nyeri, dan lama kelamaan menjadi biru bengkak. Dalam hatiku, ya Alloh ajalku sudah dekat apa ya...

Akhirnya hari berikutnya, diputuskan untuk pulang ke rumah dan berobat di rumah sakit daerah disana. Setelah berobat, dokter mendiagnosa bahwa saya mengalami keracunan obat dan diagnosa dokter sebelumnya salah. Akhirnya untuk memantapkan hati, dicheck lengkap urine dan darah. Ya akhirnya, memang tidak ada apa-apa. Hanya ginjal sedikir bermasalah karena keracunan obat tersebut.

Kemudian selepas sembuh dari keracunan obat, alergi kulit makin menjadi-jadi. Terkadang kulit tiba-tiba merah dimuka, di tangan dll. Dan semakin ketergantungan dengan obat anti histamin.  Akhirnya diputuskan untuk tes alergi di RSCM. Diperoleh hasil bahwa saya positif alergi debu rumah tangga (tungau).

Semenjak saat itu saya sebisa mungkin menahan rasa gatal dan tidak mengkonsumsi obat serta perbanyak asupan makanan bergizi, suplemen dan vitamin. Alkhamdulillah sekarang bisa lepas dari obat anti histamin tersebut. Karena semakin diminum, semakin kecanduan.

Tuesday, February 19, 2013

Tips melepas simcard dari Sony Tipo

Berawal dari keinginan saya mengganti simcard karena simcard yang lama, sinyal sangat susah di kosan saya sehingga saya memutuskan untuk ganti kartu. And then?
Baru kali ini saya merasa sebel sama ponsel, sesebel-sebelnya karena tidak bisa-bisa melepas simcard dari ponsel yang satu ini. Entah apa yang dipikirkan oleh yang membuat desain dari ponsel tersebut. Butuh waktu sekitar 5 jam untuk melepaskan simcard, dan sudah 5 orang lebih mencoba melepasnya tapi hasilnya nihil. Ini bukan lebay tetapi memang  tempat simcard tersebut desainnya aneh, mudah masuk tetapi susah keluar. Kalau tidak percaya silahkan Anda coba. Namun jika tidak kunjung berhasil silahkan Anda coba cara saya. Yaitu berbekal selotip dan pemotong kuku. Selotip ditempel di simcard yang masih kelihatan dan dicabut secara cepat kan keras. Kemudian gunakan pemotong kuku untuk menariknya. Tarikannya pun harus kuat karena sebelumnya saya mencoba dangan tenaga biasa dengan pertimbangan takut rusak ponselnya. Dan selesai. Dari carita ini, diahrapkan bagi produsen agar lebih memperhatikan desain bukan sekedar desain luar, tetapi desain dalam ponsel pun harus diperhatikan. Desain diusahakan memberikan kemudahan dan kenyaman pengguna. 

Jakarta dan pekerja ibu

Sebenernya saat menulis ini saya bukanlah seorang ibu, tetapi pekerja sekitar saya tidak jarang adalah seorang ibu. Dan saya sangat tertarik untuk menceritakan bagaimana keseharian mereka mulai dari pagi hingga petang berdasarkan cerita dari mereka.

Kebetulan saya ini bekerja pada instansi pemerintah, dimana jam kerja dimulai dari jam 7.30 WIB hingga 16.00 WIB untuk hari senin-kamis dan  jam 7.30 WIB hingga 16.30 WIB untuk hari jumat. Bagi saya, sebagai perempuan yang belum memiliki tanggungan keluarga, untuk jam datang dan jam pulang seperti itu tidak terlalu bermasalah bahkan sampai malam pun tidak mengapa (kemudian besoknya tewas di kasur xixixi). Namun bagi seorang ibu, haruslah pandai-pandai mengatur waktu agar bisa datang tepat waktu.

Kemudian bagi saya yang masih nge-kos, jarak antara kantor dan rumah tidaklah terlalu jauh. Bandingkan dengan mereka yang sudah berkeluarga. Pada umumnya mereka yang sudah berkeluarga memiliki rumah di luar Jakarta yaitu di kota-kota penyanggah Jakarta seperti Bekasi, Depok, Tangerang bahkan ada pula yang bertempat tinggal di Bogor. Alasan mereka bertempat tinggal di luar Jakarta biasanya dikarenakan harga rumah di sana lebih murah dibanding dengan di Jakarta. Selain itu, faktor lingkungan juga menentukan pilihan mereka untuk memiliki rumah di luar Jakarta. Bisakah Anda bayangkan jam berapa mereka harus berangkat dan bangun pagi? Bagi seorang bapak mungkin rutinitas seperti ini tidak terlalu bermasalah tetapi bagaimana dengan seorang ibu, apalagi ibu yang masih memiliki anak kecil atau bahkan balita? Bangun jam berapa? siapa yang mengurus anak atau bayinya? Dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu kemudian saya berusaha bertanya kepada ibu-ibu di kantor saya mengenai bagaimana mereka mengatasi hal tersebut. (ini mungkin survei kecil-kecilan, dengan sampel segelintir orang hehe)

Mereka pada umumnya bangun pagi-pagi buta sekitar jam 3.30 wib. Sebelum berangkat mereka harus menyiapkan makanan, membangunkan anak, dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang lain. Rata-rata mereka mencapai tempat kerja dengan menggunkan kereta karena dinilai lebih cepat, terhindar dari macet ibu kota. Bagi ibu yang memiliki bayi ataupun balita akan mengalami kendala yang sangat berarti. Apalagi cuti yang diberikan hanyalah 3 bulan sebelum dan setelah melahirkan. Jadi seorang ibu hanya akan sempat menunggui anaknya hanya 3 bulan penuh, itupun kalau memang waktu cuti diambil mendekati kelahiran. Kemudian bagaimana seorang ibu akan memberikan ASI secara ekslusif kepada anaknya? Serta bagaimana seorang ibu akan mengawasi dan membina anakknya dalam masa tumbuh kembangnya? Sedangkan waktu yang dihabiskan oleh anak tersebut tidak bersama ibunya. Tidak sedikit pula yang menyerahkan pengasuhan kepada baby sister atau bahasa kasanya pembantu sehingga waktu anak mereka lebih banyak dengan pengasuh mereka.

Pada masa tumbuh kembang anak  itulah perlu sekali perhatian dan bimbingan dari orang tua karena pada masa itu perilaku dan sikap anak dibentuk melalui lingkungan sekitar dengan menirukan apa yang dilihat dan didengar. Untuk diperlukannya pengawasan orang tua terutama ibu dalam membimbing anaknya. Namun bagaimana jika ibu tersebut dari pagi buta hingga petang tidak dirumah? Sedangkan saat berangkat , anaknya masih terjaga terlelap dan saat pulang anak mereka akan terlelap. Sebagian kecil ibu yang bekerja terkadang merelakan untuk melepaskan pekerjaannya demi mengasuh anaknya. (So sweet bukan?? itulah perempuan gak tegaan penuh perasaan dan kasih sayang hehe) dan menjadi ibu rumah tangga. Bahkan mungkin ibu-ibu tersebut tidak hilang akal untuk membuka usaha agar perekonomian keluarga tetap utuh. Hal lain dengan ibu yang masih mempertahankan pekerjaannya, mereka harus rela sebagian waktunya di kantor. Namun tidak habis akal pula untuk ibu-ibu tersebut, dengan menitipkan anaknya pada playgroup. Namun apa jadinya kalau anaknya masih berumur 3-4 bulan lebih?. Biasanya ibu-ibu tersebut memang menyewa pengasuh tetapi mereka biasanya meminta keluarga dekat untuk tinggal bersama mereka guna mengawasi pengasuhnya. (Kalau tidak diawasi nanti kaya ditipi tipi lagi, hehe sereem). Namun bagaimana kalau tidak ada keluarga dekat? Mereka hanya pasrah, menggantungkan segalanya kepada yang memiliki takdir. Kalau masalah ASI Eksklusif, ibu-ibu kantor biasanya menyimpan dalam botol ASI yang mereka perah dan menyimpannya dalam lemari es. Dengan demikian ASI eksklusif tetap diberikan dalam bentuk botol. (Ya anak botol... padahal katanya saat menyusui bayi secara langsung disitulah ketenangan dirasakan oleh si bayi, lah kalo botol..??). Memang ASI Eksklusif dan pendidikan anak tetap berjalan tetapi hubungan anak dan ibu bagaimana akan terjalin dengan erat? Ya kedekatan disini memang perlu dibangun. Kedekatan ini bisa dibangun jikalau di setiap kantor menyediakan tempat penitipan bayi bukan sekedar balita sehingga seawktu ibu tersebut memiliki waktu luang, ibu tersebut dapat menengok anaknya. Anak senang ibupun tenang. Atau mungkin menerapkan Virtual Office di kantor (kalau yang ini hmmm... ??) Setidaknya tidak perlu ke kantor, kerjaan yang bisa dikerjakan dirumah kenapa harus di kantor. Ya itulah sedikitnya cerita ibu-ibu kantor... nah loh gimana, rempongkan?? hehe. Namun hidup itu pilihan, apapun itu harus tetap semangat..